Minggu, 10 Oktober 2010

Ciptakan Kondisi Lingkungan yang Edukatif

Ciptakan Kondisi Lingkungan yang Edukatif

Ketika terjadi fenomena fenomena kenakalan remaja seperti tawuran antarpelajar, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan sederetan perrnasalahan lain yang serupa dengan itu, dunia pendidikan dalam posisi yang serba salah. Banyak pihak menyalahkan guru. Masyarakat menuding guru pelajaran budi pekerti sepcrti guru agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan maupun guru BP (bimbingan dan penyuluhan) tidak sungguh-sungguh bcrupaya menanamkan nilai-nilai kepribadian pada anak didiknya. Bcnarkah guru yang paling bersalah jika tcrjadi perilaku yang menyimpang olch anak didik? Adakah faktor lain di luar dunia pendidikan ikut berpcran mcmicu terjadinya perilaku yang menyimpang tcrsebut.
Pelaksanaan pendidikan menganut suatu sistem yang disebut sistem pendidikan nasional. Dalam sistem tcrsebut ada tiga komponen utama yaitu masukan, proses, dan hasil (input­ process-output). Masukan berupa anak didik, proses meliputi kegiatan pembe­lajaran, dan hasil berupa lulusan lem­baga pendidikan. Dan sistem tersebut dapat diketahui bahwa anak didik sebagai masukan akan diproses melalui pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah dengan harapan mengha­silkan produk yang berkualitas sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Dalam jangka panjang, produk dunia pendidikan tcrsebut adalah scorang manusia yang memen­uhi kriteria seperti dalam tujuan pendi­dikan nasional. Permasalahannya adalah di mana peran dan apa tugas guru dalam sistem tcrsebut?
Dalam sistem pendidikan nasional, proses pendidikan dapat berlangsung di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Tugas guru pada dasarnya ada dua macam yaitu mendidik dan mengajar. Mendidik dalam arti menanam­kan nilai-nilai pada diri anak didik seperti nilai budi pekerti, nilai keimanan dan ketaqwaan (imtaq) kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai sopan santun, dan sebagainya, yang semua itu dita­namkan oleh guru dengan cara meng­integrasikan materi-materi tersebut melalui mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnva. Sedangkan dalam tugas mengajar, guru diharapkan mam­pu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penguasaan ilmu penge­tahuan oleh anak didik sesuai dengan bidang dan mata pclajarannya.
Keberhasilan tugas guru dalam mengajar dapat dilihat setiap akhir pe­riode pembelajaran melalui tes forma­tif, tes sumatif maupun ujian di setiap jenjang pendidikan. Sedangkan keberhasilan tugas guru untuk menanamkan nilai-nilai tidak bisa dilihat hasilnya dalam waktu singkat, karena upaya pe­nanaman nilai-nilai pada anak didik perlu proses yang panjang. Penanaman nilai-nilai memiliki huhungan dengan proses budaya dan berpikir anak didik, atau sccara sederhana dapat dikatakan bahwa proses penanaman nilai-nilai untuk anak didik tidak semudah mem­balik telapak tangan. Hal inilah yang mcnyebabkan banyak kalangan yang memojokkan guru ketika ada perilaku anak didik yang menyimpang. Guru dinilai tidak atau belum berhasil mena­namkan nilai-nilai untuk anak didiknya. Selain itu banyak kalangan belum menyadari bahwa kondisi lingkungan juga turut memicu adanya perilaku yang menyimpang tersebut.
LINGKUNGAN YANG EDUKATIF
Proses pendidikan banyak dipenga­ruhi oleh faktor lingkungan di luar sekolah. Kondisi lingkungan luar seko­lah itu juga turut menentukan kualitas produk (output) dari proses pendidikan. Lingkungan yang dimaksud adalah keluarga dan masvarakat.
Anak didik berada di dalam ling­kungan sekolah mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00 atau lebih kurang tujuh jam. Selebihnya anak berada di luar sekolah yaitu di dalam keluarga dan masyarakat. Artinya, jika sehari ada dua puluh empat jam, maka tujuh belas jam dilalui anak didik di luar sekolah.
Dalam keluarga dan masyarakat itu anak didik dibentuk, di samping proses yang berlangsung di sekolah. Tidak ter­tutup kemungkinan apa yang didapat­kan anak didik di sekolah bertentangan dengan apa yang ia dapatkan di luar sekolah.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak media, baik itu cetak maupun elektronik, seperti majalah, tabloid, koran, maupun televisi, tampilannya tidak edukatif dan dapat merusak perkembangan mental anak. Televisi melalui iklan atau sinetron hanya mengutamakan tuntutan pasar. Lebih lagi video seronok yang semakin merebak sampai ke pelosok daerah terpencil. Kondisi itu diperparah oleh budaya masyarakat kita yang semakin permisif. Nilai-nilai yang semula dianggap luhur akhirnya dinilai kolot, kuno, ketinggalan zaman atau entah apa lagi namanva, dan dikalahkan oleh nilai-nilai baru yang dapat dikatakan tidak sesuai dengan nilai­nilai ajaran agama dan norma kesusilaan.
Dengan kondisi lingkungan seperti itu, kecil kemungkinan apa yang dida­patkan anak didik dari guru di sekolah dapat tertanam dan tumbuh subur da­lam pribadinya. Kondisi lingkungan yang tidak atau kurang mendukung tercapainya tujuan pendidikan ikut menentukan kualitas produk proses pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain diperlukan kondisi lingkungan yang edukatif untuk mendukung proses pendidikan agar dapat tercipta produk dunia pendidikan yang berkualitas.
Dalam hal ini, semua unsur ling­kungan diharapkan untuk ikut serta. Media massa cetak maupun elektronik juga jangan hanya memikirkan keun­tungan usaha tanpa memikirkan dampak samping yang dapat merusak pribadi anak. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses pen­didikan anak diharapkan lebih mem­perhatikan anak-anaknya. Apa yang ia baca, ia tonton, di mana dan dengan siapa ia bergaul atau apa yang ia kerja­kan setelah pulang sekolah, harus diperhatikan oleh orang tua dengan sungguh-sungguh. Proses pendidikan harus disadari oleh semua pihak karena bukan semata-mata tanggung jawab guru di sekolah. Lingkungan masyara­kat juga memiliki tanggung jawab atas kelangsungan proses pendidikan anak. Dcngan demikian proses pendidikan benar-bcnar merupakan suatu sistem yang utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar