Rabu, 14 September 2011

Skripsi, Tesis, Tugas AKhir, PKP: Anda Sulit Membuatnya?

Menjelang akhir perkuliahan biasanya Anda dibikin pusing oleh tugas akhir, skripsi, PKP (S-1), atau tesis (S-2). Apa lagi jika Anda seorang karyawan atau pegawai. Waktu dan pikiran Anda benar-benar dikuras habis.
Saya punya solusi sederhana buat Anda. Ada ratusan skripsi, tesis, tugas akhir, dan PKP yang saya miliki dari berbagai disiplin ilmu dan jurusan. Anda boleh memilikinya. Saya sediakan dalam bentuk CD.
Cara memperolehnya mudah sekali, kirimkan saja pesanan Anda melalui kti.konsultasi@gmail.com dan saya akan melayani Anda.
Mohon diingat, naskah-naskah yang saya kirim tidak untuk dijiplak karena saya sama sekali tidak mendukung upaya-upaya penjiplakan atau plagiasi.
Tunggu apa lagi. Hubungi kti.konsultasi@gmail.com atau SMS ke 081809666893.

Minggu, 10 Oktober 2010

Ciptakan Kondisi Lingkungan yang Edukatif

Ciptakan Kondisi Lingkungan yang Edukatif

Ketika terjadi fenomena fenomena kenakalan remaja seperti tawuran antarpelajar, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan sederetan perrnasalahan lain yang serupa dengan itu, dunia pendidikan dalam posisi yang serba salah. Banyak pihak menyalahkan guru. Masyarakat menuding guru pelajaran budi pekerti sepcrti guru agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan maupun guru BP (bimbingan dan penyuluhan) tidak sungguh-sungguh bcrupaya menanamkan nilai-nilai kepribadian pada anak didiknya. Bcnarkah guru yang paling bersalah jika tcrjadi perilaku yang menyimpang olch anak didik? Adakah faktor lain di luar dunia pendidikan ikut berpcran mcmicu terjadinya perilaku yang menyimpang tcrsebut.
Pelaksanaan pendidikan menganut suatu sistem yang disebut sistem pendidikan nasional. Dalam sistem tcrsebut ada tiga komponen utama yaitu masukan, proses, dan hasil (input­ process-output). Masukan berupa anak didik, proses meliputi kegiatan pembe­lajaran, dan hasil berupa lulusan lem­baga pendidikan. Dan sistem tersebut dapat diketahui bahwa anak didik sebagai masukan akan diproses melalui pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah dengan harapan mengha­silkan produk yang berkualitas sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Dalam jangka panjang, produk dunia pendidikan tcrsebut adalah scorang manusia yang memen­uhi kriteria seperti dalam tujuan pendi­dikan nasional. Permasalahannya adalah di mana peran dan apa tugas guru dalam sistem tcrsebut?
Dalam sistem pendidikan nasional, proses pendidikan dapat berlangsung di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Tugas guru pada dasarnya ada dua macam yaitu mendidik dan mengajar. Mendidik dalam arti menanam­kan nilai-nilai pada diri anak didik seperti nilai budi pekerti, nilai keimanan dan ketaqwaan (imtaq) kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai sopan santun, dan sebagainya, yang semua itu dita­namkan oleh guru dengan cara meng­integrasikan materi-materi tersebut melalui mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnva. Sedangkan dalam tugas mengajar, guru diharapkan mam­pu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penguasaan ilmu penge­tahuan oleh anak didik sesuai dengan bidang dan mata pclajarannya.
Keberhasilan tugas guru dalam mengajar dapat dilihat setiap akhir pe­riode pembelajaran melalui tes forma­tif, tes sumatif maupun ujian di setiap jenjang pendidikan. Sedangkan keberhasilan tugas guru untuk menanamkan nilai-nilai tidak bisa dilihat hasilnya dalam waktu singkat, karena upaya pe­nanaman nilai-nilai pada anak didik perlu proses yang panjang. Penanaman nilai-nilai memiliki huhungan dengan proses budaya dan berpikir anak didik, atau sccara sederhana dapat dikatakan bahwa proses penanaman nilai-nilai untuk anak didik tidak semudah mem­balik telapak tangan. Hal inilah yang mcnyebabkan banyak kalangan yang memojokkan guru ketika ada perilaku anak didik yang menyimpang. Guru dinilai tidak atau belum berhasil mena­namkan nilai-nilai untuk anak didiknya. Selain itu banyak kalangan belum menyadari bahwa kondisi lingkungan juga turut memicu adanya perilaku yang menyimpang tersebut.
LINGKUNGAN YANG EDUKATIF
Proses pendidikan banyak dipenga­ruhi oleh faktor lingkungan di luar sekolah. Kondisi lingkungan luar seko­lah itu juga turut menentukan kualitas produk (output) dari proses pendidikan. Lingkungan yang dimaksud adalah keluarga dan masvarakat.
Anak didik berada di dalam ling­kungan sekolah mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00 atau lebih kurang tujuh jam. Selebihnya anak berada di luar sekolah yaitu di dalam keluarga dan masyarakat. Artinya, jika sehari ada dua puluh empat jam, maka tujuh belas jam dilalui anak didik di luar sekolah.
Dalam keluarga dan masyarakat itu anak didik dibentuk, di samping proses yang berlangsung di sekolah. Tidak ter­tutup kemungkinan apa yang didapat­kan anak didik di sekolah bertentangan dengan apa yang ia dapatkan di luar sekolah.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak media, baik itu cetak maupun elektronik, seperti majalah, tabloid, koran, maupun televisi, tampilannya tidak edukatif dan dapat merusak perkembangan mental anak. Televisi melalui iklan atau sinetron hanya mengutamakan tuntutan pasar. Lebih lagi video seronok yang semakin merebak sampai ke pelosok daerah terpencil. Kondisi itu diperparah oleh budaya masyarakat kita yang semakin permisif. Nilai-nilai yang semula dianggap luhur akhirnya dinilai kolot, kuno, ketinggalan zaman atau entah apa lagi namanva, dan dikalahkan oleh nilai-nilai baru yang dapat dikatakan tidak sesuai dengan nilai­nilai ajaran agama dan norma kesusilaan.
Dengan kondisi lingkungan seperti itu, kecil kemungkinan apa yang dida­patkan anak didik dari guru di sekolah dapat tertanam dan tumbuh subur da­lam pribadinya. Kondisi lingkungan yang tidak atau kurang mendukung tercapainya tujuan pendidikan ikut menentukan kualitas produk proses pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain diperlukan kondisi lingkungan yang edukatif untuk mendukung proses pendidikan agar dapat tercipta produk dunia pendidikan yang berkualitas.
Dalam hal ini, semua unsur ling­kungan diharapkan untuk ikut serta. Media massa cetak maupun elektronik juga jangan hanya memikirkan keun­tungan usaha tanpa memikirkan dampak samping yang dapat merusak pribadi anak. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam proses pen­didikan anak diharapkan lebih mem­perhatikan anak-anaknya. Apa yang ia baca, ia tonton, di mana dan dengan siapa ia bergaul atau apa yang ia kerja­kan setelah pulang sekolah, harus diperhatikan oleh orang tua dengan sungguh-sungguh. Proses pendidikan harus disadari oleh semua pihak karena bukan semata-mata tanggung jawab guru di sekolah. Lingkungan masyara­kat juga memiliki tanggung jawab atas kelangsungan proses pendidikan anak. Dcngan demikian proses pendidikan benar-bcnar merupakan suatu sistem yang utuh.

30 KIAT MENDIDIK ANAK

30 KIAT MENDIDIK ANAK
Anak merupakan amanah yang harus kita jaga sebaik mungkin. Pendidikan yang baik sejak dini akan membentuk karakter anak. erikut ini adalah beberapa kiat untuk mendidik anak
Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian sesrius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala. Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya.
Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.
Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.
Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya memen-tingkan perut saja.
Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.
Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaumwanita.
Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.
Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.
Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.
Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.
Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagiakannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.
Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.
Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam ber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.
Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.
Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.
Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.
Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.
Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.
Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.
Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.
Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.
Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.
Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.
Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.
Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.
Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.
Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.
Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.
Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.
Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).
Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan.
Wallahu a’lam.
Dari mathwiyat Darul Qasim "tsalasun wasilah li ta'dib al abna'' asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah . Diterjemahkan oleh, Ubaidillah Masyhadi

Rabu, 17 Februari 2010

Pembelajaran Kooperatif


Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Peta Konsep untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa

http://www.formulabisnis.com/?id=harrysmart

Manusia dalam hidupnya ditakdirkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk saling bekerja sama secara interaktif dalam memenuhui segala kebutuhan hidupnya. Dalam era globalisasi sekarang ini, setiap orang dituntut lebih mampu memberdayakan diri dan kooperatif dalam menjalani kehidupan. Sekolah sebagai salah satu tempat tumbuh dan berkembangnya anak sangat diharapkan mampu menyediakan situasi dan kondisi yang dibutuhkan anak secara optimal. Ada berbagai cara untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar dan bekerja secara kooperatif. Ada tiga cara untuk para siswa dapat saling berinteraksi saat belajar bersama yaitu: (1) melalui persaingan untuk menentukan siapa yang paling unggul, (2) bekerja secara individual dalam mencapai tujuan tanpa mempedulikan siswa lain, dan (3) bekerja sama dengan siswa-siswa yang masing-masing mempunyai kepentingan pribadi. Yang paling menonjol adalah biasanya dalam suatu persaingan sering muncul siswa yang satu berusaha keras mengungguli siswa lain melalui berbagai prestasi. Persaingan ini telah mulai terlihat sejak siswa masuk ke sekolah tertentu dan makin menonjol saat ia mengalami proses belajar mengajar di sekolah.

Dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dan kegagalan siswa lain tidak mempengaruhi hasil belajar mereka. Pada pembelajaran koperatif, interaksi ditandai dengan tujuan saling tergantung dengan individu yang lain. Tujuan bersama yang baik dan positif dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang berada di dalamnya yang terikat dengan tujuan bersama yang telah ditentukan.

Kelompok siswa yang duduk di muka meja yang sama mengerjakan pekerjaan mereka sendiri, namun bebas berbicara dengan sesama teman dalam kelompok saat mereka bekerja, tidak akan membentuk kelompok yang koperatif, sebab di sana tidak ada saling ketergantungan yang positif. Untuk situasi pembelajaran kooperatif, diperlukan penentuan tujuan bersama di mana kelompok itu memperoleh manfaat dari usaha itu. Bila dalam suatu kelompok siswa diberi tugas untuk membuat laporan, tetapi hanya satu siswa saja yang mengerjakan semuanya dan yang lain tidak mendukungnya, ini bukan suatu kelompok kooperatif. Kelompok kooperatif mempunyai rasa tanggung jawab pribadi. Ini berarti semua siswa perlu mengetahui materi yang sedang digarap dan memberikan kontribusi agar seluruh kelompok berhasil. Sehingga diperlukan suatu cara atau strategi yang dapat mengaktifkan setiap siswa namun saling ketergantungan dengan teman-temanya dalam suatu kelompok.

Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menentukan tujuan bersama dalam pembelajaran kooperatif ini adalah pembelajaran peta konsep. Dalam pembuatan peta konsep dengan dilakukan secara berkelompok dan setiap anggota kelompok mendapat satu bagian sub peta konsep.

Sumber: Jurnal Pendidikan Inovatif